Rabu, 20 Juli 2011

Kesetiaan

 


 

          Maya melambai ke arah teman-temannya yang masih sibuk berbenah setelah latihan dengan riang. “Aku duluan teman-teman..!!”
          Lambaian gadis itu dibalas dengan gembira. “Sampai besok, Maya!”
          Begitu gadis itu menghilang di balik pintu, Saya menoleh kepada teman-temannya. “Meski sudah terkenal, dia tetap ramah dan rendah hati, ya.”
          “Iya, “angguk yang lain. “Bahkah menjadi tunangan Masumi Hayami pun tidak lantas membuatnya mengandalkan tunangannya untuk mendapatkan peran. Ingat audisi kemarin? Dia jungkir balik latihan agar dapat peran itu. Aku melihat sendiri, aktingnya memang luar biasa, jadi pantas mendapatkan peran tersebut.”
          “Aku suka gadis itu,” angguk seorang pemuda. “Sayang, sebentar lagi dia menikah. Heh, padahal umurnya masih muda, tapi berani memutuskan untuk menikah.”
          “Kalau calon suamiku Masumi Hayami, akupun tidak keberatan.” Kekeh gadis berbaju biru ditimpali yang lainnya.
          Sementara yang dibicarakan nampak sedang berjalan menyusuri trotoar menuju halte bis. Sudah lama ia tidak merasakan asyiknya naik bis umum, karena jika tidak di jemput Masumi, seringnya sopir khusus yang disediakan Masumi sedia mengantarnya kemanapun dia ingin pergi. Namun hari ini, Pak Kiyoshi sakit, dan Masumi sedang rapat di kantornya. Dengan tegas Maya menolak dikirim sopir baru saat Masumi meneleponnya tadi.
          “Aku bisa naik taksi.” Ujarnya saat Masumi sedikit memaksa. Akhirnya laki-laki itu mengalah. “Hati-hati” pesannya.
          Maya tersenyum mengingat nada suara Masumi yang sedikit kesal.  Dengan santai ia menunggu di halte bis. Beberapa orang terdengar berbisik-bisik di sebelahnya.
          “Dia Maya Kitajima, kan?”
          “Mirip sih, tapi mana mungkin dia naik bis. Lagi pula, dandananya terlalu sederhana untuk ukuran artis. Dia kan artis terkenal.”
          Maya hanya tersenyum, tanpa mencoba untuk menegaskan siapa dirinya. Saat bis datang, ia pun naik dan memilih untuk duduk di belakang. Suasana Tokyo malam hari memang luar biasa. Maya menikmati pemandangan pertokoan yang dilewatinya sampai sebuah suara menyapanya. “Boleh saya duduk di sini?”
          Maya menoleh, sedikit terkejut pada awalnya, namun kemudian tersenyum melihat siapa yang menyapanya.
          “Silahkan..”
          “Anda nampak senang sekali hari malam ini.”
          Maya mengangguk. “Ya.. saya senang karena akhirnya bisa menikmati lagi suasana kota dari balik jendela bus umum seperti ini.”
          “Hmm.. jadi selama ini, anda jarang naik bus?’
          Maya mengangguk. “ Itu karena tunangan saya selalu mengantar kemanapun saya pergi, kalau tidak, dia sudah menyediakan mobil lengkap dengan sopirnya.”
          “Bukankah itu lebih menyenangkan, Anda bisa bersama tunangan Anda?”
          “Hmm.. tapi jadinya saya tidak bisa menikmati suasana kota seperti sekarang.”
          “Kenapa?”
          “Karena tunangan saya jauh lebih menarik dari pada suasana kota di luar. Jadi otomatis, perhatian saya hanya pada dia saja!”
          “Oo, begitu.” Laki-laki itu mengangguk. “Tunangan anda sangat beruntung..”
          Maya mengangguk dengan senyum di bibirnya. Lalu menoleh ke arah laki-laki di sampingnya dengan pandangan jenaka.
          “Anda sendiri, ada angin apa tiba-tiba naik bus umum? Bukankah lebih nyaman ada di mobil anda?”
          “Hari ini tiba-tiba saja naik  mobil sendiri jadi menjemukan. Jadi saya putuskan untuk naik bus.”
          “Menjemukan? Kurasa di mobil semewah itu pasti banyak gadget yang menarik. Kok bisa bosan?”
          “Hmm, sebab yang membuat mobil saya nyaman bukan gadgetnya. Tapi partner istimewa saya. Hari ini dia katanya ingin pulang sendiri, jadinya nyetir sendiri bikin bete.”
          “Anda sudah punya partner istimewa?”
          “Sangat istimewa. Saya suka sekali menggodanya sampai-sampai dia sering jengkel. Semakin dia jengkel, semakin saya suka menggodanya. Atau… saya suka cara dia memeluk lengan saya dan menyenderkan kepalanya di bahu saya saat saya sedang nyetir, meskipun dengan begitu berkali-kali saya kena tilang polisi. Calon istri saya itu memang luar biasa. Sampai-sampai ditilang polisi berulang kalipun saya tidak keberatan.”
          “Anda sepertinya mencintai calon istri anda.”
          “Sangat.. saya bahkan tidak sabar menunggu hari pernikahan kami. Tinggal tiga minggu lagi.”
          Maya menatap laki-laki itu yang kini juga sedang memandangnya lekat. Senyum tersungging di bibir masing-masing sampai akhirnya keduanya tertawa, membuat penumpang lain di depan mereka menoleh. Maya menundukkan wajahnya, agar tidak ada yang mengenalnya. Bagitu pun laki-laki di sampingnya. Saat tiba di sebuah halte, tiba-tiba gadis itu berdiri dan menarik laki-laki itu untuk turun bersamanya.
          “Kenapa turun di disini?” Masumi mengikuti langkah gadis itu, menuju sebuah bangunan. Masumi kemudian menyadari, bahwa mereka ada di depan planetarium.
          “Apakah paman itu masih bekerja di sini?”
          “Kenapa emangnya?”
          “Aku ingin melihat bintang.”
          “Entahlah.. ayo kita cari tahu.”
          Bergandengan mereka menuju pintu masuk. Namun ternyata yang paman kenalan Masumi tidak sedang berjaga malam itu. Maya mencoba membujuk penjaga yang ada sekarang agar mereka bisa masuk, tapi tetap laki-laki itu menolaknya.
          Dengan kecewa Maya melangkah keluar halaman planetarium. Masumi tersenyum, lalu memeluk pinggang perempuan itu.
          “Kau benar-benar ingin melihat bintang, ya?”
          “Ya,” angguk Maya. “i Tokyo ini sulit sekali untuk melihat bintang.”
          “Bagaimana kalau sebelum pergi bulan madu, kita pergi ke lembah plum dulu?”
          “Sungguh? Kau mau ke sana dulu?” berbinar Maya menatap tunangannya. Masumi tertawa.
          “Tentu saja. Aku sudah merencanakan hal itu. Setidaknya, aku ingin membawamu ke sana sebagai istriku, laporan ke bu Mayuko.”
          Maya tersenyum senang. Lalu berjinjit untuk mencium pipi Masumi.
          “Terima kasih. Aku senang sekali mendengarnya.”
          “Hmm.. ciuman di pipi saja tidak cukup,” gumam Masumi. Maya mendelik.
          “ini di tempat umum.”
          “Biar saja, toh semua orang tahu kau calon istriku.”
          “Tetap saja, itu bukan untuk konsumsi umum.”
          “Seingatku bahkan ditempat tertutup pun susah sekali untuk meminta ciumanmu, kau bahkan suka tiba-tiba menjauh saat kita sedang bermesraan ” Masumi berlagak berfikir. Maya mendelik dengan muka memerah. “ Itu kan … Ah, Masumi, kenapa kau suka sekali mengungkit hal itu? Aku kan sudah bilang alasannya.”
          Masumi diam-diam tertawa geli melihat betapa merahnya wajah Maya. Ia sebenarnya tidak keberatan dengan sikap Maya yang masih menjaga jarak saat mereka sedang berdua, sebab jika tidak begitu, ia pun tak yakin bisa menahan diri sampai saat ini. Teringat perkataan Maya saat itu,” Aku ingin mempertahankannya sampai hari pernikahan kita. Sebagai bukti bahwa aku mencintaimu, dan selalu setia padamu.”
          “ Aku tahu, mungil,” Masumi kembali meraih pinggang Maya ke dalam pelukannya. “Aku sangat menghormati keputusanmu dan jujur, aku bahagia. Aku tadi cuma ingin menggodamu saja.”
          “Kau suka ya, melihatku seperti kepiting rebus begini?” sungut Maya kemudian membuat kekasihnya kembali tergelak.
That’s what I like the most.”
          Dengan gemas Maya memukul bahu tunangannya, yang masih tergelak senang melihatnya salah tingkah.***

          Maya mengambil puding dari lemari es dan memotongnya. Diambilnya potongan besar untuknya dan Masumi, kemudian melangkah keluar pantry, mendekati tunangannya yang tengah duduk di sofa, menyortir foto-foto prewedding yang akan dipasang di hari pernikahan mereka.
          Maya meletakkan pudingnya di samping laptop. Lalu merunduk melewati lengan Masumi, dan duduk di bawah dan bersender di sofa. Dilihatnya foto-foto mereka di layar laptop.
          “He.. kenapa banyak foto-foto saat kita istirahatnya?” ujar Maya seraya menunjuk ke beberapa foto.
          “Ken bilang suka melihat ekspresi kita, jadi saat istirahat pun ia terus mengambil foto.”
          Maya menyuapkan puding ke mulut tunangannya.
          “Aku suka foto ini,” ujarnya seraya menunjuk foto dimana ia dan Masumi tengah saling berpandangan seraya tertawa lepas, Masumi setengah mengangkat tubuhnya.
          “ Aku juga. Kita pakai foto ini?”
          Maya mengangguk semangat. Mereka kemudian asyik memilih beberapa foto lagi. Tawa ceria terdengar dari keduanya.
          “Besok fitting terakhir jam berapa?” tanya Masumi.
          “Jam 5.”
          “Hmm… kau pergi dengan Rei?”
          “Ya.. dia sudah bilang akan mengantarku.”
          “Aku masih kesal saat Bu Haruko bilang aku tidak boleh melihat gaun pengantinmu. Pikirannya kolot sekali.”
          “Sudahlah, toh dia designer yang handal. Lagi pula, semua urusan pernikahan kita, ah.. tidak, sejak acara lamaran dulu, semuanya berjalan baik berkat beliau.”
          “Aku penasaran..” gumam Masumi.
          “Itu dia.. kan asyik membuatmu penasaran begini, “senyum Maya. Dijawab dengan jentikan lembut di hidungnya.
          “Ada satu hal lagi,” sambung Maya. Masumi menunduk memandang wajah kekasihnya yang kini mendongak menatapnya. Ada binar jenaka di sinar mata gadis itu.
          “Apa?”
          “Hmmm..” Maya berlagak berfikir. Kemudian,” Lebih baik Bu Haruko saja yang bilang nanti. Kalau aku yang bilang kau pasti tidak percaya.”
          “Apa sih?” Masumi merengut. “Suka sekali main rahasia-rahasiaan.”
          Maya terkekeh. “Kau akan tahu sendiri nanti.
          Dan Masumi tak habis pikir, mengapa wedding organizernya menerapkan aturan seperti ini. Mereka tidak boleh bertemu tiga hari sampai hari H!
          “Ah, kenapa kita memilih dia untuk WO kitaa..” desah Masumi. Mereka sedang dalam perjalanan pulang dari butik. Bu Haruko baru saja memberi tahu Masumi tentang hal itu. Maya hanya senyam senyum di sampingnya.
          “Kau sepertinya senang,” delik Masumi ditimpali gelak tawa Maya.
          “Tiga hari kan gak lama..” ujar gadis itu.
          “Tiga hari, mungiiiiil.. tiga hari! Aku bisa bosan jika sehari saja tidak membuatmu kesal.”
          Kini giliran Maya yang merengut. “Kalau begitu aku minta Bu Aya menambah harinya jadi 4 hari. Mulai besok!”
          Masumi terkekeh.***

          Selama 3 hari Masumi tidak bisa menemui kekasihnya. Maya pun, atas permintaan Aya, tidak boleh pergi kemana pun, kecuali saat gladi resik di gereja. Masumi tidak diikutkan gladi resik Setelah selesai, Maya pun diharuskan pulang lagi ke apartemennya. Meski bosan setengah mati, Maya tetap menurutinya. Selama tiga hari melakukan perawatan wajah dan tubuh, dan menerima laporan WO-nya tentang persiapan resepsi.
          Masumi menelepon beberapa kali. Laki-laki itu mencoba bersabar menunggu tiga hari sampai hari H untuk tidak menemui kekasihnya. Padahal hatinya rindu bukan main. Meski mereka berbicara lama di telepon, itu tidak lantas menghilangkan perasaan rindunya. Malah kian menjadi.
          Pagi ini adalah hari pernikahan mereka.
          Masumi sudah sampai di gereja sejak pukul setengah sembilan. Mizuki mengatakan, bahwa Maya sudah ada di ruang ganti pengantin perempuan. Meski acara masih 30 menit lagi, tapi Masumi nampak sudah terlihat gugup. Eisuke terkekeh melihat kegugupan putranya. Masumi Hayami, Si dingin dati Daito, yang selalu nampak tenang saat menghadapi lawan bisnis paling kuat sekalipun, kini nampak gugup menghadapi pernikahannya sendiri.
          Musik pernikahan mulai mengalun lembut. Maya nampak berdiri anggun dengan gaun pengantinnya ketika pintu dibuka. Gaun yang sangat indah, membungkus tubuhnya yang indah. Modelnya manis, dengan kerudung dan tiara menghiasi rambutnya yang digelung sederhana.
          Masumi menahan nafas. Pesona Maya hari ini benar-benar membuatnya terpukau. Diulurkannya lengannya, meraih lengan kekasihnya yang terbungkus sarung tangan sutra, lalu menghelanya mendekat. Maya tersenyum manis dengan wajah merona. Masumi membalasnya dengan penuh cinta sambil terus menatap lekat wajah mungil itu. Jika diingat ke belakang, delapan tahun dia habiskan untuk menanti Maya berpaling padanya. Delapan tahun yang sarat dengan derita dan hampir membuatnya putus asa. Namun kini, semua penderitaan itu telah berbuah sangat manis. Masumi bersyukur, telah memilih untuk setia pada perasaannya, tetap setia pada gadis ini bahkan di saat ia mengira Maya membencinya.Tetap setia pada cinta di saat dia dihadapkan pada pilihan tersulit dalam hidupnya. Kesetiaan yang indah, yang dibalas dengan cinta Maya untuknya. Gadis ini akan menjadi miliknya kini, jiwa dan raga.
          Dilihatnya air mata menetes di pipi Maya, saat ia mengucapkan janji setia. Dan senyum bahagia menghiasi bibirnya saat pendeta meresmikan mereka sebagai suami istri.
          Tepuk tangan mengiringi saat Masumi mencium pengantinnya. ***

6 komentar:

  1. Cerita ringan yg sanggup membawaku bermimpi indah, tengkyu,

    BalasHapus
  2. Bener bener dech......so sweet....trims ya Sist....Happy ending forever for Maya and Masumi...

    BalasHapus
  3. indah bgdd... sukaaaa deeee....

    BalasHapus
  4. huuaaaaaaaaa sweetttttt....klo boleh request pengakuan cinta mereka dunks sampe tunangan...XD
    makasih ff nya :)

    BalasHapus
  5. so sweeeeeeeetttttt....suka cerita ringan bahagia hehehee ..thanks ya ffnya -reita

    BalasHapus
  6. swit bangetttttttttttttt....... aku suka baca berulang-ulang juga yang ini sis Avira ^^

    BalasHapus