Selasa, 11 Oktober 2011

SPECIALLY FOR YOU


Setting: Seminggu setelah MM menikah.


Maya memandangi kalender dengan gelisah. Tinggal seminggu lagi…Gadis itu mendesah. Melemparkan tubuh mungilnya ke atas tempat tidur.

dan sampai sekarang, aku belum menemukan yang cocok.. argghhh!!

Dipandanginya langit-langit kamar. Wajah tampan Masumi terbayang di sana. Sesaat senyuman manis menghiasi wajah mungil Maya.

“Sedang apa kau sekarang?” bisiknya lembut. Diangkatnya sebelah lengan, mencoba menggapai sosok dalam lamunannya itu. Namun tentu saja sia-sia.

Maya mengerang seraya menahan kerinduannya. Sudah hampir seminggu Masumi pergi ke Hongkong untuk urusan bisnis. Padahal mereka baru saja tiga hari menikah saat Masumi menerima telepon bahwa proyek pembangunan gedung kesenian Daito di sana mengalami kendala serius. Karenanya, mereka terpaksa menunda rencana bulan madu dan Masumi segera terbang ke Hongkong.

Padahal baru 10 menit yang lalu aku bicara dengan Masumi, tapi aku malah semakin rinduu...

Maya membalikkan badan, menelungkup. Memejamkan mata mencoba meredakan kerinduan yang meluap-luap. Namun kini, bayangan wajah Masumi malah kian jelas di pelupuk matanya.

Masumiii…

Maya kembali mengerang. Berguling ke samping dan melengkungkan badan. Kedua lengannya memeluk lutut. Dulu, sebelum mereka menikah, biasanya posisi seperti ini cukup ampuh untuk meredakan dadanya yang sesak saat ia merasa rindu pada Masumi. Namun sekarang, bahkan setelah lewat lima menit dalam posisi seperti itu, sesak di dadanya tak kunjung reda.

Kerinduannya tak berkurang sedikitpun. Malah semakin terasa menyesakkan. Air mata mulai menetes di pipi Maya. Ia ingin Masumi berada di sampingnya saat ini juga!!

Ah, sejak kapan aku menjadi posesif begini?

Beberapa saat, gadis itu membiarkan air mata membasahi seprai di bawah pipinya, sampai akhirnya ia memutuskan untuk bangun, meraih remote dan mulai menyalakan TV.

Drama seri yang diperankan Ayumi yang kini sedang ditontonnya akhirnya mampu sedikit meredakan keresahan hati akibat rindu yang belum terobati. Namun saat drama itu usai, dan matanya tanpa sengaja melirik jam meja digital di atas nakas dan melihat tanggal di atasnya, kembali Maya menghela nafas berat. Dicobanya untuk tidur.

Hasilnya, sampai pagi, matanya tak juga bisa terpejam.

***

“Aku sangat merindukanmu..” Maya berbisik di telepon. “Cepatlah kau pulang.”

“Aku juga sangat merindukanmu, sayang. Tapi sepertinya aku masih harus lebih lama di sini,” jawab Masumi di seberang sana.

“Apa sangat parah?”

“Hmm, sudah bisa aku tangani sebenarnya. Hanya saja aku masih harus mengawasi beberapa hal secara langsung agar kejadian kemarin tidak terulang.”

“Jadi kapan kau bisa pulang?” Maya memutar-mutar kabel telepon dengan telunjuknya. Dari tadi dicobanya untuk menahan tangis yang serasa menyesakkan dada.

“Paling lambat hari Rabu depan, sayang. Tapi aku akan usahakan lebih cepat.”

Rabu depan? Berarti sudah lewat tanggal ituu.. pikir Maya setengah tidak rela.

“Maya?”

“Hmm?”

“Ayo tersenyum. Jangan merengut seperti itu.”

Mau tak mau Maya tertawa. Masumi pasti dapat dengan jelas membaca suasana hatinya saat ini.

“Masumi?”

“Apa, sayang?”

“Aku mencintaimu.”

Sesaat tak ada jawaban, lalu..

“Kau membuatku ingin segera terbang pulang,” jawaban Masumi lebih terdengar seperti keluhan. Maya tergelak.

“Ah.. aku harus segera pergi. Sudah dulu, ya. Nanti malam aku telepon,” ujar Masumi lagi.

“Aku tunggu..,” Maya mengangguk, meski tahu Masumi tidak mungkin bisa melihatnya. “Jangan sampai terlambat makan, sayang,” imbuhnya.

“Kau juga,” sahut Masumi. “Aku sangat-sangat-sangat mencintaimu, Maya Hayami.”

Maya tertawa, lebih riang sekarang.

“Aku juga, Masumi Hayami. Aku sangat mencintaimu.”

Beberapa saat dipandanginya gagang telepon yang sudah kembali ke tempatnya sebelum akhirnya meraih tas dan berjalan keluar kamar.

Dia akan jalan-jalan bersama Rei hari ini.

Mungkin aku akan mendapatkan apa yang aku cari.. pikirnya penuh harap.

Di teras, supirnya sudah siap menunggu. Dengan membungkukkan badan membuka pintu untuk nyonya mudanya.

“Terima kasih,” senyum Maya.

Tak lama kemudian, mobil itupun sudah meluncur membelah jalanan Tokyo yang nampak ramai.

***
Sudah hampir dua jam mereka berputar-putar di  Tokyo Midtown Mall. Tapi Maya belum juga menemukan apa yang dia cari.

“Sebenarnya kau mencari apa sih, Maya?” tanya Rei yang sudah mulai kesal karena sejak tadi sahabatnya itu hanya keluar masuk toko, melihat-lihat, namun tak ada satupun yang dibeli.

“Kado,” jawab Maya singkat. Gadis itu pun sudah mulai putus asa. Hampir setiap toko sudah ia masuki. Pakaian, aksesories, peralatan kantor, sampai gadget pun sudah dia lihat, namun tak satupun yang membuatnya tertarik untuk membeli.

“Kado? Buat suamimu?”

Maya mengangguk. “Senin ini dia ulang tahun. Aku ingin memberinya kado yang spesial.”

“Kenapa kau tidak membuat sesuatu saja? Dulu pun kau pernah membuatkan syal, kan?”

Sedikit mendelik Maya melirik sahabatnya itu. Bibir mungilnya mengerecut.
“Kau menyindirku, ya?” ujarnya. Rei tertawa. Syal yang dibuat Maya dulu hampir-hampir tak bisa dikenali sebagai syal.

“Ulang tahun Masumi kali ini spesial, Rei. Ini ulang tahun pertamanya sejak kami menikah. Aku ingin memberikan hadiah yang benar-benar spesial untuknya. Tapi, semua barang yang kita lihat tadi, rasanya bagi Masumi itu sangat biasa. Aku ingin yang benar-benar spesial, dan akan selalu diingatnya.”

“Hmm, kurasa memilikimu jadi istrinya sudah menjadi hadiah yang paling berharga untuk suamimu itu. “

Maya tertegun. Hatinya menghangat. Begitu juga bagiku, Rei. Masumi adalah hadiah terindah dan paling berharga yang pernah diberikan Tuhan dalam hidupku, ungkapnya dalam hati.

“Hmmm, mungkin kau benar. Tapi masa aku tak memberikan hadiah apapun untuknya.”

“Baiklah, kita coba cari sekali lagi. Mudah-mudahan kau akan menemukan hadiah yag cocok nanti, ” ujar Rei akhirnya. “Tapi aku sudah lapar, Maya. Kau tak keberatan kan, kalau kita makan dulu?”

Maya mengangguk dengan semangat yang kembali menghampiri.

“Oke, aku juga sudah lapar. Aku yang traktir.”

“Sebaiknya kau mentraktirku di tempat yang tidak akan memalukan suamimu, Maya. Percuma kau menjadi istri Masumi Hayami kalau kau hanya mentraktirku di kedai mie seperti dulu.”

Maya tergelak.

“Aku akan mentraktirmu makanan Italia. Masumi pernah mengajakku kesana dulu. Makanannya enak. Tempatnya juga sangat indah. Ayo! ”

Sambil tertawa kedua sahabat itu berjalan menuju lantai dimana restoran yang dimaksud  berada.

***
Akhirnya Maya  membeli sebuah ballpoin. Rei sempat membelalak tak percaya melihat harga yang tertera di sana.

“Kau menghabiskan hampir 300.000 yen hanya untuk sebuah ballpoin?”

“Meski sebenarnya masih belum begitu puas, hanya ini yang aku pikir akan Masumi pakai setiap hari,” jawab Maya.

“Jadi kau masih mau mencari lagi?” Rei meringis sambil merasakan kakinya yang sudah terasa kaku karena terus berjalan hampir 5 jam. Gadis tomboy itu kemudian menghela nafas lega saat dilihatnya kepala mungil sahabatnya menggeleng.

“Rasanya berputar sekali lagi pun akan percuma. Lagi pula aku masih belum punya ide, karena semua barang sudah kita lihat. Entahlah.. tapi aku ingin sesuatu yang lain.”

“Kau ini menyusahkan diri sendiri,” gerutu Rei.

“Aku sangat mencintainya, Rei. Aku ingin dia benar-benar bahagia menerima kadoku nanti.”

“Sudah kukatakan, kau ada disisinya saja sudah membuatnya melambung ke langit,” sungut Rei. Kembali Maya tersenyum.

“Sudah hampir sore. Kau masih mau mengantarku ke suatu tempat, kan? Tidak akan cape, aku janji,” Maya tersenyum penuh bujukan.

Rei menatap sahabatnya dengan pasrah.

“Toh aku sudah terlanjur cape. Ayolah, kemana?”

“Kau memang sahabatku yang baik, Rei,” Maya merangkul lengan Rei dengan riang. “Terima kasih.”

Dengan langkah riang, Maya menyeret Rei memasuki lift menuju tempat parkir.

***

Minggu malam.

Maya meletakkan telepon dan membaringkan diri di tempat tidurnya yang empuk.

Hampir sejam ia mengobrol dengan suaminya. Masumi akan pulang besok malam. Tepat di hari ulang tahun laki-laki itu. Dan dia masih belum menemukan kado yang sesuai dengan hatinya.

Dipandanginya kotak ballpoin yang sudah dia bungkus manis. Maya mendesah.

Ah, Masumi.. hadiah apa yang akan membuatmu sangat bahagia? Bisik hatinya. Matanya menerawang. Di benaknya, berbagai kenangan mengalir lembut dibenak. Sejak pertama kali mereka bertemu, Masumi sudah memperlakukannya istimewa. Hanya saat itu, dan beberapa tahun setelahnya, Maya tidak sadar akan hal itu. Rasanya sampai saat ini, Maya terkadang merasa setengah tidak percaya, kalau laki-laki itu ternyata mencintai dan sangat memujanya. Ia juga masih takjub dengan kenyataan, bahwa kebencian yang pernah dirasakannya terhadap Masumi, kini hilang tak berbekas. Berganti dengan rasa cinta yang sangat dalam yang membuatnya ingin selalu membahagiakan laki-laki itu. Jiwa dan raga.

Hmmm….

Sebuah senyuman tiba-tiba mengembang. Sesaat tadi sebuah ide melintas di pikirannya.

“Ya, itu dia..” bisiknya dengan mata berbinar penuh semangat. Kecemasannya mendadak hilang. Hatinya terasa ringan sekarang.

Maya menyamankan posisi  dan menarik selimut sampai menutupi leher. Bersiap untuk tidur. Kini dia tidak sabar menanti sampai besok malam.

***

Masumi memasuki kediaman Hayami dengan tidak sabar. Ia sangat rindu, ingin segera melihat wajah mungil istrinya. Namun keningnya mengernyit heran saat disadarinya Maya tidak muncul untuk menyambut. Hanya beberapa pelayan yang menunggu di ruang depan, siap membawa tas dan mengambil barang-barangnya dari bagasi mobil.

“Nyonya di kamar, tuan,” jawab seorang pelayan saat ia bertanya. Mendadak Masumi merasa sedikit kesal.

Dia tahu aku pulang malam ini, tapi kenapa tidak turun menyambutku?

Dengan langkah lebar, ia naik ke lantai dua, lantai dimana kamar mereka berada.

“Maya?”

Kembali kening laki-laki itu berkerut saat disadarinya kamar itu gelap gulita. Jemarinya meraba tombol lampu dan menyalakannya.

Happy birthday to you.. happy birtday to you.. ,” tiba-tiba sesosok mungil muncul dari balik lemari seraya mebawa sebuah kue tart di tangannya. “Happy birthday, dear hubby.. happy birthday to you..”

Maya berhenti tepat di depan suaminya yang masih terpana menerima kejutan itu. Masumi sama sekali tidak ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya.

Dilihatnya Maya tersenyum manis. Perempuan itu nampak cantik dalam balutan gaun berwarna ungu muda, dengan model yang memperlihatkan leher, bahu dan sebagian dadanya yang putih mulus. Nampak sangat seksi di mata Masumi.

“Kau ini, membuatku terkejut,” Masumi menatap istrinya dengan penuh cinta.

“Namanya juga surprise,” sahut Maya kalem.

“Aku bahkan lupa kalau hari ini hari ulang tahunku.”

“Sudah kuduga,” senyum Maya. “Ayolah, tiup lilinnya!”

Masumi mengisi paru-parunya dengan udara. Bersiap untuk meniup 31 buah lilin kecil yang ditancapkan di sekeliling kue.

Eit, tunggu!” Maya berseru pelan. Masumi menatap istrinya heran.

“Buat permintaan dulu.”

Masumi tertawa. Ini adalah ulang tahun pertamanya yang ia rayakan dengan meniup lilin.

Laki-laki itu memejamkan mata. Membisikkan beberapa permohonan yang tiba-tiba saja mengalir di benaknya.

Ditiupnya semua lilin sekaligus begitu permohonannya usai. Maya bersorak riang.

“Mana kadoku?” ujar Masumi kemudian.

Maya tersenyum. Meletakkan kue tart di atas meja dan mengambil sebuah kotak berwarna ungu yang juga ada di sana.

Disodorkannya kotak itu ke hadapan Masumi yang langsung menyambutnya dengan antusias.

Namun sebuah kerutan keheranan segera menghiasi kening laki-laki itu begitu ia melihat benda yang ada di dalamnya.

“Apa ini?”

Dikeluarkannya benda itu. Sebuah bando berwarna hitam  dihiasi pita pengikat kado berwarna ungu, yang diikatkan dengan manis.

Masumi menatap istrinya dengan rupa tak mengerti.

“Kau memberiku sebuah bando?”

Maya tersenyum misterius. Mengambil bando itu dari tangan suaminya untuk kemudian ia pakai.

Kini dia berdiri di depan Masumi dengan bando berpita di kepalanya.

Masumi terpana.  Sedetik kemudian ia tertawa, menyadari maksud istrinya. Hati laki-laki itu melambung bahagia.

Masumi melangkah mendekat. Matanya menatap wajah istrinya tajam, namun mulutnya tersenyum.

“Baiklah, istriku sayang. Aku akan segera menerima kadoku ini,” bisiknya sedikit menggeram. Maya tergelak. Sedetik kemudian gelaknya berubah menjadi pekikan kaget saat Masumi mengangkat tubuhnya. Refleks lengannya melingkari leher laki-laki itu agar tidak terjatuh.

“Jangan salahkan aku kalau aku akan menikmati kadoku ini semalaman,” ujar Masumi kemudian, dengan nada sedikit mengancam. Maya menatap suaminya dengan senyum dikulum.

“Siapa takut,” sahutnya berani.

Sedetik kemudian keduanya sudah berciuman dengan hangat. Masumi melumat bibir istrinya penuh gairah. Keduanya nampak tidak sabar untuk  melepaskan rasa rindu yang dipendamnya selama dua minggu berpisah.

Maya merasakan Masumi membopongnya ke suatu tempat, yang diyakininya itu adalah tempat tidur mereka.

Tanpa melepaskan ciumannya, Masumi membaringkan tubuh istrinya di atas tempat tidur mereka yang empuk.

“Kau tahu,” bisik laki-laki itu seraya terengah. “Ini adalah kado terindah yang pernah aku terima,” bisiknya. Laki-laki itu kembali menunduk untuk menelusuri pinggiran wajah Maya dengan ujung hidungnya yang mancung. Di lekukan leher perempuan itu ia berhenti untuk menghirup aroma leher istrinya yang harum diakhiri oleh kecupan ringan bertubi-tubi di sana.

Maya mendesah senang. Misinya sudah berhasil!

“Terima kasih,” kini Masumi berbisik di telinganya. “ Kau membuatku sangat bahagia.”

Mereka bertatapan untuk beberapa saat. Kemudian kembali tenggelam dalam ciuman dan cumbuan yang semakin lama semakin panas.

Rembulan mengintip malu-malu dibalik jendela yang tertutup tirai tipis. Mengirimkan sinarnya untuk menemani dua insan yang tengah tenggelam dalam gelora indahnya surga dunia di dalam sana. Berpedar lembut, melengkapi nada cinta yang semakin lama terdengar semakin merdu dan menghanyutkan.

Menjelang subuh, keduanya baru bisa terlelap seraya berpelukan di balik selimut. Membawa berjuta cerita indah ke dalam mimpi yang mampu mengukirkan senyuman bahagia di bibir mereka.

***

Masumi memasuki ruangannya setelah memberikan pesan kepada Mizuki.

“Bawakan aku semua data tentang proyek Hongkong!”

Mizuki mengangguk. Ia sudah mempersiapkannya karena hari ini Masumi akan membawanya ke dalam rapat nanti siang.

Di ruangannya, Masumi segera menghampiri meja kerja dan menghempaskan tubuhnya yang masih terasa pegal. Bibir laki-laki itu tersenyum mengingat kejadian semalam. Andaikan tidak ingat hari ini ia sudah menjadwalkan rapat membahas proyek Hongkong, ia mungkin masih memanjakan diri di rumah, di dalam kamarnya, di atas tempat tidurnya, dengan memeluk tubuh mungil Maya.

Mereka baru bisa tertidur menjelang jam 3 subuh. Kelelahan , namun sangat bahagia.

Dan tadi pagi hampir-hampir ia bangun kesiangan. Maya bahkan masih tertidur lelap saat ia pergi ke kantor tadi. Hatinya mendadak sangat rindu.

Setelah rapat nanti, ia akan kembali meneruskan cutinya yang terganggu dua minggu yang lalu dan melanjutkan rencana bulan madunya yang tertunda bersama Maya.

Yosh! Semangat!!” Masumi mengepalkan tangannya. Tak sabar untuk menyelesaikan urusannya di kantor siang ini. Diraihnya beberapa dokumen yang tersusun di depannya, menunggu untuk ditandatangani.

Matanya mengelilingi meja, heran saat tidak melihat ballpoin yang biasanya dia simpan di tempatnya, dekat telepon.

Benda itu pun tidak ada di dalam lacinya.

Lengannya kemudian meraba-raba saku jas. Senyumnya mengembang saat menemukan benda itu di sana.

Dirogohnya saku jasnya dan tertegun saat menyadari bahwa ia sedang menggenggam ballpoin yang tidak ia kenal.

Sebuah ukiran kecil menarik perhatiannya. Didekatkannya benda itu agar bisa dengan jelas membaca tulisan yang terukir di sana.

 
 Aku sangat mencintaimu, Masumi Hayami   Love: Maya

Masumi tertawa dengan mata yang tiba-tiba memanas.

Entah hal baik apa yang pernah dia lakukan sehingga diberikan kebahagiaan sebesar ini, pikirnya penuh haru.

Dikecupnya ballpoin itu penuh cinta.

Aku juga sangat mencintaimu, Maya. Tunggu aku di rumah, sayang. Aku akan segera pulang. Dan aku tak akan pernah berhenti untuk membuatmu bahagia, seperti kau yang sudah membuatku begini bahagia.

Dibukanya dokumen yang paling atas, dan mulai menorehkan tanda tangannya di sana.

Di matanya, tinta yang ditorehkannya seolah mengeluarkan sinar yang indah, dan bunyi gesekan ujung pulpen di atas kertas terdengar sangat merdu.

Ulang tahunnya yang benar-benar istimewa,  desah Masumi dengan bahagia.
.

 *** Specially for you- End***



8 komentar:

  1. sukaaa.... romantis bgd... thengkyuhhhhhhhhhhh...:)

    BalasHapus
  2. Wah sis bagus ceritanya super duper romantizzz...manisss....berbunga-bunga hatikku u/ Masumi dan Maya.....lanjuttttt....tq sis avira....

    BalasHapus
  3. hettteeee hetttteee hettteeee lucky n sweet couple eh ?! just like always huh ! make me blushing today ^^

    BalasHapus
  4. ow ow beuhhhhhhhhhhhh romantissssssssssss
    paduan kata2nya keren euy
    thanks ff nya teruslah berkarya

    BalasHapus
  5. maya pinterrrrr... ^^

    another romantic story
    tengkyuh sista

    BalasHapus
  6. weleh weleh, masih haus nih, gimana dunk, aqaqaq

    BalasHapus